Penulis: Rahmat Abd Fatah. Pengajar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU)
ONE.id – Akhir-akhir ini terlihat dengan begitu jelas bahwa Virus Corona tidak saja menguji imunitas fisik kita. Tetapi juga menguji imunitas akal budi, imunitas spritual dan imunitas kemanusiaan kita. Jika benar, surat edaran untuk zikir bersama(berkumpul) yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Ternate. Maka ada problem serius terkait imunitas akal budi, spritual dan terlebih imunitas kemanusiaan yang dimiliki pemerintah kita (pemimpinnya).
Imunitas akal budi ialah segala sesuatu yang dibuktikan dengan pikiran dimana melibatkan seperti dalam logika aristoteles yaitu dimengerti oleh akal, ditemukan oleh akal sebagai kebenaran dan dibuktikan oleh logika. Jadi akal budi adalah kemampuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, yang terdiri dari pikiran, kehendak, dan perasaan, untuk menyelidiki, menguraikan, meneliti, dan menganalisa segala sesuatu. Maka imunitas akal budi menjadi penting di tengah pandemi corona.
Imunitas akal budi adalah akar dari imunitas spritual dan imunitas kemanusiaan kita. Karena itu dalam memahami agama kita selalu diarahkan untuk ikhtiar mendalami agama secara teks dan konteks, secara tekspun kita juga diajak untuk memahami teks suci sebagai dogma doktrinasi dan ilmiah doktrinasi. Karena itu kita selalu ditantang oleh Al-Qur’an kenapa kamu tidak berfikir (afala tatafakarun).
Bahkan oleh Umar bin al-Khottob radhiyallaahu ‘anhu menegaskan bahwa “ belajarlah ilmu sebelum menjadi pemimpin” (Riwayat Ibnu Abi Syaiban). Begitupun Mu’adz bin Jabal radhiyallahuanhu’anhu berkata “ Ilmu adalah pemimpin amal, dan amal adalah pengikut ilmu” (Kitab al-Amru bil Ma’ruf wan nahyu anil mungkar karya Ibnu Taimiyah hal.15). sedang Umur bin Abdul Aziz mengatakan “ Barang siapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka ia lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki (Kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah:2/383).
Mengarahkan untuk berkumpul memanjatkan do’a dapat memunculkan persepsi liar bahwa pemerintah kita kehilangan imunitas akal budi dan imunitas spritual dengan peneguhan sikap kepasrahan (hanya takut kepada Allah dalam penempatan yang keliru). Tetapi menurut saya belum terlambat, Pikiran pemerintah(dalam hal ini pemimpinnya) harus hadir dan harus lebih cepat karena dalam waktu bersamaan sedang berlomba dengan cepatnya penyebaran wabah corona. Menggunakan akal budinya memikirakan, memfirasati dan berimajinasi dengan menghadirkan konsep, narasi dan tindakan nyata.
Konsep adalah gambaran umum tentang objek dengan segala fenomena, disertai cita, mimpi, harapan, rencana dan tindakan serta kemungkinan-kemungkinan dan tentu sekali lagi yang penting adalah keberanian mengeksekusi. Sampai sekarang kita belum tahu kapan akan berakhir, justeru sangat mengkhawatirkan karena dapat saja semakin meluas menjangkiti penduduk Maluku Utara karena Kota ternate sebagai pusat lalulintas manusia dan barang. Karena itu pikiran pemerintah (konsep) dan keberanian bertindak menjadi sangat penting dalam kondisi pandemi corona.
Corona telah mewabah dan “torang tara bisa pandang enteng” menganggap remeh dan bersikap seolah virus ini tidak berbahaya, tidak perlu takut, takutlah hanya kepada Allah (baca lemahnya imunitas spritual). Faktanya, corona dengan sangat mudah dan meluas menghantam penduduk bumi. Pemerintah harus mengambil peran disituasi semacam ini, bertanggung jawab terhadap keselamatan pelayanan kesehatan, dokter, para medis serta masyarakat secara umum.
Saya mengikuti dan terus membaca postingan-postingan direktur LSM Rorano Maluku Utara. Bang Asghar Saleh serta respon masyarakat terhadap setiap postingannya. Disitu terlihat ada kerinduan hadirnya ketegasan dan keberanian pemerintah terhadap menyebarnya pandemi korona. Justeru disinilah letak kegelisahan dan “ketakutan” saya yaitu pemerintah kehilangan kepercayaan publik. Kepercayaan adalah saripati terhadap wujudnya pemerintah dan jika ini hilang, bukan saja kita kehilangan panduan tetapi kehilangan imunitas kemanusiaan secara kolektif.
Bang Asgahr Saleh bertutur “Di kota saya, setiap malam aparat gabungan berpatroli. Petugas- petugas itu meminta warga tak berkerumun. Keluar rumah seperlunya. Isolasi mandiri dipercaya memutus rantai penularan. Coronavirus adalah makhluk hidup. Dia butuh makan. Butuh host untuk terus berpindah dan berkembang. Host itu kita. Tetapi sebanyak patroli tanpa lelah itu melintas, sebanyak itu juga orang ramai tetap nongkrong di taman kota. Malam hari pula. Ada anak anak juga. Padahal anak-anak itu libur sekolah. Mestinya mereka belajar di rumah ditemani orang tuanya yang juga bekerja dari rumah. Sebuah anomali modernitas yang sinis ( Asghar Saleh. “Kepatuhan itu..Lefo.id).
Situasi tersebut di atas adalah satu diantara bukti bahwa imunitas kemanusiaan kita secara kolektif mulai hilang (kalau tidak dikatakan tidak ada). Ujian imunitas kemanusiaan inilah yang harus segera di jawab oleh pemerintah. Pemerintah harus mampu menghadirkan perasaan saling percaya sebagai bentuk solidaritas para individu masyarakat kota Ternate, karena saling percaya adalah dasar orang merasa memiliki masalah yang sama, saling menghormati, perasaan bersahabat, saling mendukung, menguatkan dan bersama bertanggung jawab bahwa wabah adalah musuh bersama. Yang hanya dengan kekuatan kebersamaanlah kita bisa melewati badai yang semua belum tahu kapan akan berakhir.
Di sinilah penting kita saling bersolidaritas dengan tanpa sekat-sekat apapun. Bung Karno menyatakan perlu adanya gotong royong. Bahwa kata Bung Karno “Etos gotong-royong lebih dinamis daripada etos kekeluargaan. Gotong-royong tidak dibangun atas dasar ikatan primordial. Ia mendefinisikan gotong royong sebagai pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjuangan bantu-membantu (Latif, 2015: 372). Gotong royong tidak mengenal batas suku dan agama tertentu. Karena ia hadir di atas altar kemanusiaan kita.
Karena itu mustahil pemerintah dapat menangani wabah corona sendirian tanpa melahirkan imunitas kemanusiaan masyarakat untuk saling bersolidaritas, termasuk soal kepatuhan terhadap anjuran pemerintah kerja dari rumah (work from home -WFH), belajar di rumah dan ibadah dirumah, melakukan sosial distancing atau menjaga jarak, tidak berada di ruang publik, mengadakan pesta, acara, kegiatan yang mengumpulkan banyak orang, selalu menjaga kesehatan dengan mencuci tangan dan tidak bersalaman atau bentuk kontak fisik lainnya dengan anggota masyarakat.
Kepatuhan tersebut hanya akan sia-sia atau bisa dilakukan dengan baik. Kalau setidaknya pemerintah mampu mengontrol imunitas kemanusiaan masyarakat dengan menghadirkan pertama, narasi yang mampu meyakinkan masyarakat bahwa mereka adalah pihak yang paling penting dan utama yang dibela oleh pemerintah. Kedua, meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah tidak berdiam diri dan tidak sekedar himbauan tetap di rumah dan lain-lain tersebut di atas. Tetapi ada keberanian bertindak, bahwa tidak saja memastikan keselamatan pelayanan kesehatan, dokter, para medis tetapi juga ada upaya menghentikan lalulintas manusia dari dan untuk kemanapun.
Ketiga, merespon dengan cepat tentang ketegasan sikap presiden Jokowi soalan kredit di Bank, kredit motor bagi tukang ojek dan berbagai fenomena akibat diberlakukannya seruan tetap tinggal di rumah. Dengan menyediakan bantuan sosial sektor informal dan stimulus ekonomi bagi usaha mikro, kecil dan menengah sebagai upaya menjaga daya beli di tengah merebaknya wabah corona yang kita semua belum tau sampai kapan akan berakhir. Mereka adalah pegang asongan, toko kecil, pekerja warung, pedagang di pasar, serta berbagai pekerja yang bergantung hidupnya pada pendapatan harian seperti tukang ojek dan lain-lain.
Keempat, perlu adanya percepatan pemberian bantuan pangan non tonai (BNPT), percepatan program kelurga harapan (PKH) dan percepatan dana desa sebagai upaya antisipasi resiko kenaikan harga bahan pokok dan menurunnya daya beli masyarakat. Dan jika itu sudah dilakukan dengan upaya sebisanya, masyarakat akan percaya dan imunitas kemanusiaannya semakin bertambah dan karena itu dia yakin dan mau terlibat pada kesadaran kolektif , bahwa masyarakatlah sebagai garda terdepan dalam memerangi pandemi corona.**