TERNATE – Didukungan Google News Initiative, Mafindo, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan melibatkan berbagai media lokal seperti Halmaherapost, Kalesang, Tandaseru, KabarPulau, JurnalOne, Halmaheranesia, MalutKaidah, MalutPost, Fajarmalut, dan Cermat. Asosiasi Media Saiber Indonesia (AMSI) Maluku Utara menggelar Fokus Group Discussion (FGD) Cek Fakta.
FGD berlangsung di Hotel Grand Majang, Kamis, 8 Agustus 2024, dengan tema ‘Fokus Group Discussion (FGD) Cek Fakta.
FGD juga diikuti penyelenggara pemilu, pemerintah daerah, tim ahli, akademisi, jurnalis, organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, dan LSM.
Manajer Program Cek Fakta AMSI Maluku Utara, Galim Umabaihi mengatakan, sejarah perjalanan pilkada di Maluku Utara memiliki catatan yang kelam. Konflik antar pendukung satu dengan yang lain sukar terhindarkan. Bahkan, tidak sedikit pihak yang menjadi korban, baik fisik maupun psikis dalam konflik tersebut.
“Konflik ini, bisa saja terulang, bahkan potensinya makin besar, terutama dipicu oleh gangguan informasi atau hoaks yang tak terkendali beredar di media sosial dan media massa,” katanya.
Selain gangguan informasi itu, kata dia, data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tahun 2024 yang dirilis oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Maluku Utara menduduki posisi ketiga dalam tingkat kerawanan pemilu yang tinggi.
Data tersebut mengukur kerawanan pemilu dan pemilihan berdasarkan empat dimensi, yaitu sosial politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi, dan partisipasi,” jelasnya.
Sehingga itu, AMSI melibatkan pelbagai pihak, mulai dari penyelenggara pemilu, media massa, organisasi keagamaan hingga lembaga hukum, untuk mengidentifikasi potensi informasi hoaks yang beredar saat pilkada pada November mendatang.
“Ini bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi antar media dan organisasi untuk memerangi disinformasi yang berpotensi mengganggu proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan datang,” ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris AMSI Maluku Utara, Firjal Usdek menambahkan, saat ini, media sosial telah menjadi ruang publik yang sangat rentan terhadap penyebaran hoax dan disinformasi. Penyebabnya bisa memicu konflik dan mengganggu proses demokrasi.
“Dalam konteks Pilkada 2024, Maluku Utara, yang memiliki indeks kerawanan pemilu tinggi, menghadapi tantangan serius terkait penyebaran informasi palsu yang dapat memanaskan situasi politik dan sosial,” tambahnya.
Hoax, kata dia, sering kali menyebar dengan cepat di media sosial, mempermainkan emosi dan memicu polarisasi di antara masyarakat. Fenomena ini diperburuk oleh algoritma media sosial yang cenderung memperlihatkan konten berdasarkan popularitas dan interaksi, bukan kebenaran.
“Jadi kita berharap melalui diskusi ini, Pilkada 2024 dapat berlangsung dengan lebih aman dan damai, serta terhindar dari konflik yang dipicu oleh informasi palsu. Kolaborasi yang kuat antara media, organisasi pengawas, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mewujudkan pemilu yang demokratis dan bermartabat,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, dalam FGD ini telah merumuskan beberapa rekomendasi untuk dikerjakan secara kolaborasi, utamanya terkait gangguan informasi jelang Pilkada 2024.(rls/SMG)